Kenapa satu hari di sisi Tuhan bisa sama dengan seribu tahun di bumi?
Apakah itu cuma metafora… atau justru rumus fisika yang belum kita pahami?
Kita tahu dari Einstein bahwa waktu bisa melambat kalau kamu mendekati kecepatan cahaya.
Tapi Al-Qur’an, 1400 tahun lalu, sudah bilang bahwa waktu di sisi Tuhan berjalan berbeda.
Lalu… apakah mungkin Tuhan hidup di “dimensi cahaya”?
Dan kalau begitu, apa itu artinya surga dan neraka ada di luar konsep waktu manusia?
IMAN BERTEMU RELATIVITAS
Dalam Surah As-Sajdah ayat 5, tertulis:
“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan itu) naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.”
Dan di Surah Al-Ma’arij ayat 4, lebih ekstrem lagi:
“Malaikat dan Ruh naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.”
Dua ayat ini terlihat “kontradiktif” di permukaan — satu bilang 1000 tahun, satu lagi 50.000 tahun.
Tapi kalau kita lihat dari sisi fisika modern, bisa jadi ini bukan kontradiksi… melainkan dua titik referensi waktu yang berbeda.
Einstein, dalam teori relativitas khusus (1905), menyatakan bahwa waktu tidak mutlak.
Waktu berjalan berbeda tergantung dari kecepatan dan gravitasi tempat kita berada.
Semakin cepat kamu bergerak, semakin lambat waktu berjalan bagimu.
Dan semakin kuat gravitasi di tempat kamu berdiri — sem akin lambat pula waktu berjalan.
Bayangin kalau di bumi 1 hari = 24 jam, tapi di tempat lain di alam semesta, bisa jadi 1 hari = 10 menit… atau bahkan 10.000 tahun bumi.
KETIKA AYAT BICARA ILMU FISIKA
Sekarang bayangin gini:
Kita punya dua jam. Satu di bumi, satu di pesawat luar angkasa yang melaju hampir secepat cahaya.
Jam di bumi berjalan seperti biasa.
Tapi jam di pesawat luar angkasa? Melambat.
Satu jam di sana bisa sama dengan bertahun-tahun di bumi.
Eksperimen ini bukan teori — ini fakta.
Tahun 1971, dua ilmuwan bernama Hafele dan Keating menerbangkan jam atom keliling dunia.
Hasilnya? Jam di pesawat benar-benar lebih lambat dari jam di bumi.
Waktu memang bisa berubah tergantung kecepatan dan gravitasi.
Jadi… ketika Al-Qur’an bilang “Satu hari di sisi Tuhan sama dengan seribu tahun di bumi,”
itu bisa jadi penjelasan paling awal tentang time dilation — pelenturan waktu.
WAKTU SEBAGAI DIMENSI
Einstein dan para fisikawan modern melihat waktu bukan sebagai aliran, tapi sebagai dimensi keempat.
Kita hidup di ruang 3D — panjang, lebar, tinggi.
Tapi waktu adalah “arah keempat” yang mengalir satu arah, dari masa lalu ke masa depan.
Namun, buat Tuhan yang menciptakan waktu, arah ini tidak ada.
Bagi-Nya, masa lalu, masa kini, dan masa depan… semuanya sekaligus hadir.
Surah Al-Hajj ayat 47 berkata:
“Sesungguhnya satu hari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.”
Dan di Surah Yunus ayat 3, Tuhan disebut “Yang mengatur segala urusan”.
Artinya, Tuhan ada di luar sistem ruang-waktu yang kita alami.
Bagi kita, waktu adalah “garis lurus”.
Bagi Tuhan, waktu mungkin seperti “peta terbuka” — semua titik bisa dilihat sekaligus.
Kita hanya melihat masa kini, tapi Tuhan melihat seluruh timeline semesta… dari awal sampai akhir, dalam satu pandangan.
SIMPLIFIKASI: WAKTU, CAHAYA, DAN KETUHANAN
Oke, mari sederhanakan semua ini biar lebih kebayang.
Bayangin kamu berdiri di rel kereta.
Ada dua kereta — satu diam, satu bergerak secepat kilat.
Buat kamu yang diam, kereta itu lewat cepat. Tapi buat orang di dalam kereta, semua terasa lambat.
Itulah relativitas waktu.
Nah, dalam fisika, cahaya punya kecepatan 299.792 km/detik — dan itu batas tertinggi di alam semesta.
Kalau kamu bisa bergerak secepat cahaya, waktu untukmu berhenti total.
Masa lalu dan masa depan berhenti jadi dua hal terpisah — mereka menjadi satu momen tunggal.
Tapi… bayangin sesuatu yang lebih cepat dari cahaya.
Sesuatu yang tak terikat ruang dan waktu.
Itu — bisa jadi — cara Tuhan “melihat” seluruh realitas.
Maka logika Einstein berhenti di batas cahaya,
tapi ayat-ayat suci melanjutkannya sampai ke batas ketuhanan.
KISAH: PERJALANAN WAKTU PARA NABI
Dalam kisah Isra Mi’raj, Nabi Muhammad SAW naik ke langit dalam satu malam.
Namun bagi penghuni bumi, perjalanan itu hampir mustahil.
Bayangin: beliau melintasi dimensi langit, berbicara dengan para nabi terdahulu, bahkan menerima perintah salat.
Tapi saat kembali ke bumi… waktu belum benar-benar bergerak.
Dari sudut pandang fisika, ini mirip efek relativitas ekstrem:
Nabi memasuki ruang di mana waktu “melambat” —
atau mungkin, melintasi dimensi yang waktu-nya berbeda total dari bumi.
Ayat Al-Isra:1 menyebutkan:
“Mahasuci Allah yang memperjalankan hamba-Nya pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa…”
Kata “memperjalankan” di sini — bisa diartikan secara literal dan metafisik:
perjalanan ruang dan waktu, bahkan mungkin antar-dimensi.
SAINS YANG SUJUD
Prof. Achmad Baiquni, fisikawan nuklir Indonesia yang juga mufasir Al-Qur’an,
pernah bilang:
“Kalau ayat-ayat kauniyah (hukum alam) dan ayat-ayat Qur’aniyah (wahyu) tampak bertentangan,
maka yang salah bukan ayatnya, tapi pemahaman manusia.”
Artinya, sains dan agama bukan dua kubu.
Keduanya seperti dua sisi dari satu cermin besar: satu memantulkan logika, satu memantulkan makna.
Ketika sains bilang waktu bisa melambat,
agama bilang waktu bisa berbeda bagi Tuhan.
Keduanya menunjuk ke arah yang sama — bahwa realitas lebih luas dari yang kita bayangin.
BAYANGKAN…
Bayangin lo bisa keluar dari waktu.
Kamu bisa lihat dinosaurus, perang dunia, dan masa depan manusia — semua sekaligus.
Bayangin lo berdiri di luar “timeline” semesta, dan melihat seluruh sejarah seperti film panjang di depan mata.
Kamu gak butuh waktu buat tahu awal atau akhir, karena semua “terjadi” sekaligus.
Mungkin… seperti itulah Tuhan memandang dunia.
Mungkin… di sanalah akhirat berada — bukan di ujung waktu, tapi di luar waktu itu sendiri.
Makanya ketika manusia meninggal, dalam sekejap dia merasa “sudah sampai di akhirat.”
Padahal dari perspektif bumi, mungkin jutaan tahun telah berlalu.
Karena di sisi lain realitas… waktu tidak lagi berjalan.
TEORI ILMIAH YANG MENDUKUNG
- Time Dilation (Einstein):
Semakin cepat objek bergerak, semakin lambat waktu baginya.
Udah terbukti lewat eksperimen jam atom dan pengamatan partikel di CERN. - Gravitational Time Dilation (Relativitas Umum):
Waktu berjalan lebih lambat di dekat medan gravitasi besar.
Contohnya di film Interstellar, ketika satu jam di planet dekat lubang hitam setara 7 tahun di bumi. - Quantum Entanglement:
Dua partikel bisa terhubung lintas jarak dan waktu.
Bisa aja konsep “doa” dan “takdir” bekerja di dimensi ini —
di mana waktu bukan faktor pembatas antara sebab dan akibat. - Multiverse & Dimensi Tinggi:
Fisikawan seperti Michio Kaku dan Brian Greene percaya bahwa realitas punya lebih dari 4 dimensi.
Kalau benar, akhirat bisa jadi eksis di “lapisan” lain realitas, bukan tempat di atas langit, tapi “frekuensi” eksistensi yang berbeda.
KESIMPULAN – ANTARA ILMU DAN IMAN
Apakah kecepatan cahaya = kecepatan waktu di akhirat?
Jawaban paling jujur: mungkin tidak persis… tapi mendekati kebenaran yang sama.
Sains bisa menjelaskan bagaimana waktu bekerja.
Tapi hanya iman yang menjelaskan kenapa waktu ada.
Einstein memberi kita rumus untuk melihat alam semesta.
Al-Qur’an memberi kita konteks kenapa semesta itu ada.
Dan mungkin… keduanya bicara tentang hal yang sama: dimensi di mana waktu tunduk kepada cahaya.
“Allah adalah cahaya langit dan bumi.” (QS. An-Nur: 35)
Cahaya bukan cuma simbol spiritual, tapi juga kunci fisika — dasar seluruh keberadaan.
Maka, ketika Tuhan disebut “Cahaya langit dan bumi”,
bisa jadi itu bukan sekadar metafora… tapi pernyataan literal:
Tuhan ada di luar batas kecepatan cahaya — di luar waktu itu sendiri
Penutup
Jadi, kalau nanti kamu bertanya-tanya
“Berapa lama lagi menuju kiamat?”
Jawabannya mungkin bukan “belum waktunya.”
Tapi:
“Kiamat sudah datang, sedang datang, dan akan datang — tergantung lo berdiri di dimensi mana.”
Waktu hanyalah cara Tuhan menunda segalanya supaya manusia sempat berpikir.
Dan siapa tahu, ketika kita mati… kita gak pergi ke masa depan.
Kita cuma berpindah ke sisi lain dari waktu itu sendiri.
Kalau kamu merasa pembahasan ini menarik dan membuka sudut pandang baru, jangan lupa tulis pendapatmu di kolom komentar.
Bagikan juga artikel ini ke teman-temanmu, biar semakin banyak orang tahu bahwa antara sains dan keimanan ternyata bisa berjalan seiring
REFERENSI
- Al-Qur’an:
- As-Sajdah: 5
- Al-Ma’arij: 4
- Al-Hajj: 47
- Yunus: 3
- An-Nur: 35
- Al-Isra: 1
- Albert Einstein, Special & General Theory of Relativity (1905, 1915)
- Hafele–Keating Experiment (1971)
- Prof. Achmad Baiquni – Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman
- Stephen Hawking – A Brief History of Time
- Michio Kaku – Hyperspace
- NASA Time Dilation Reports
Baca juga : Ketika Sains dan Agama Berbicara tentang Kiamat – Eduidea
Youtube : APAKAH KECEPATAN CAHAYA ADALAH KUNCI WAKTU DI AKHIRAT?